Khilafah: Ajaran Islam, Bukan Kejahatan
Perbincangan
tentang ISIS dan Khilafah menghangat di media massa dan di masyarakat
akhir-akhir ini. Diantara pemicunya adalah peredaran salah satu video
yang diunggah di Youtube. Video tersebut berisi seruan anggota ISIS dari Indonesia kepada umat Islam di Indonesia agar bergabung dengan organisasi itu.
Isu
ISIS dan Khilafah pun bergulir. Banyak pihak berkomentar. Pemerintah
meminta masyarakat mewaspadai dan mencegah organisasi itu berkembang.
Kelompok sekular memanfaatkan isu itu untuk memukul apa yang mereka
katakan sebagai paham radikal.
Sikap Proporsional
Bagi
pihak yang tidak suka terhadap Islam, isu ISIS dijadikan sebagai
kesempatan untuk menjauhkan masyarakat dari ide khilafah. Mereka
kemudian menyimpangkan konsep khilafah dan melakukan 'monsterisasi'
khilafah. Mereka berupava menanamkan ketakutan atau paling tidak
keengganan terhadap ide khilafah. Caranya dengan mengaitkan isu tersebut
dengan terorisme, aksi kekerasan dan kejahatan. Mereka
pun melekatkan keburukan pada ide khilafah. Isu ISIS di Indonesia dan
ide khilafah yang terus diulang-ulang tanpa disertai penjelasan memadai
tentu bisa menjadi bagian dari upaya 'monsterisasi' itu.
Semua
pihak, khususnya Pemerintah, seharusnya menyikapi isu ISIS secara
proporsional. Penolakan terhadap organisasi yang mengklaim telah
mendeklarasikan Khilafah itu berikut berbagai tindakan kekerasan yang
mereka lakukan jangan sampai diperalat oleh pihak-pihak tertentu,
khususnya yang tidak suka terhadap Islam, untuk melakukan 'monsterisasi'
syariah dan khilafah sehingga menjadi penolakan terhadap syariah dan
khilafah. Upaya 'monsterisasi'itu malah dapat menimbulkan masalah baru
karena bisa mengkriminalisasi ide khilafah yang bersumberdari ajaran
Islam.
Khilafah: Ajaran Islam
Khilafah
adalah ide Islam. Karena itu Khilafah harus didukung oleh umat.
Khilafah bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, Ijmak Sahabat dan Qiyas.
Dalam Islam, Khilafah atau al-Imamah al-'Uzhma merupakan perkara
ma'lumun min ad-din bi adh-dharurah (telah dimaklumi sebagai bagian
penting dari ajaran Islam).
Khilafah
adalah kepemimpinan umum atas seluruh kaum Muslim di dunia guna
menerapkan syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Pengertian ini sekaligus menjelaskan muatan dari Khilafah yakni:
ukhuwah, syariah dan dakwah. Ukhuwah artinya persatuan umat Islam
seluruh dunia. Syariah artinya penerapan syariah Islam secara kaffah
(menyeluruh). Dakwah artinya penyebaran Islam ke seluruh penjuru dunia.
Tiga muatan inilah yang terangkum dalam kata Khilafah. Karena itu
Khilafah sebagai ajaran Islam harus didukung oleh umat Islam.
Secara
historis pun, Khilafah telah membawa rahmat dan pengaruh besar bagi
umat Islam di dunia, termasuk bagi negeri ini dan penduduknya. Perlu
diingat, Khilafah berperan besar bagi penyebaran Islam di negeri ini
sehingga penduduk negeri ini mendapat rahmat dari Allah Subhanahu wa
Ta'ala dengan mendapatkan petunjuk kepada Islam. Diantara para wali dan
ulama yang menyebarkan Islam di negeri ini sebagiannya diutus dan
difasilitasi oleh Khilafah pada masa itu, termasuk sebagian dari Wali
Songo. Kesultanan-kesultanan Islam yang dulu memerintah dan memakmurkan
negeri ini pun berhubungan erat dengan Khilafah pada masa masing-masing.
Bahkan Khilafah pernah turut membantu perjuangan rakyat negeri ini
melawan penjajah. Kesultanan Aceh, misalnya, pernah dibantu oleh
Khilafah Utsmaniyah dengan senjata modern kala itu dan pasukan yang
dipimpin oleh panglima Hizir Reis dalam menghadapi penjajah.
Kewajiban Menegakkan Khilafah
Kita
telah diperintah untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
melaksanakan syariah-Nya secara keseluruhan tanpa pilih-pilih. Kewajiban
melaksanakan seluruh syariah itu memastikan kewajiban kaum Muslim untuk
mengangkat imam (Khalifah) dan menegakkan Khilafah. Allah Subhanahu wa
Ta'ala, misalnya, berfirman:
"Terhadap pencuri laki-Iaki dan pencuri perempuan, potonglah tangan keduanya ... " (QS al-Maidah 5:38).
Imam
Fakhrudin ar-Razi asy-Syafi'i menafsirkan ayat ini dalam tafsirnya,
Mafatih al-Ghayb: "Para mutakallimin berhujjah dengan ayat ini bahwa
umat wajib mengangkat untuk diri mereka seorang imam (Khalifah).
Dalilnya, melalui ayat ini Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan
penegakkan had (hukuman) atas pencuri dan pelaku kriminal. Tentu harus
ada pihak yang diseru dengan seruan ini. Umat sepakat bahwa tidak ada
seorang pun dari kalangan rakyat yang berhak menegakkan hudud terhadap
para pelaku kriminal. Bahkan umat sepakat bahwa tidak boleh (haram)
penegakkan hudud atas orang merdeka pelaku kriminal kecuali oleh imam
(Khalifah). Taklif ini merupakan taklif jazim (tegas). Tak mungkin
keluar dari ikatan taklif ini kecuali ketika ada imam (Khalifah). Saat
kewajiban itu tidak tertunaikan kecuali dengan keberadaan seorang imam
(Khalifah)-padahal itu masih dalam batas kemampuan mukallaf-maka
keberadaan imam (Khalifah) adalah wajib. Karena itu perkara ini
memastikan kewajiban untuk mengangkat seorang imam (Khalifah)."
Imam
'Alauddin al-Kasani al-Hanafi dalam Bada'iu ash-Shana'i (xiv/406) juga
menyatakan: "Mengangkat Al-Imam al-A'zham (Khalifah) adalah fardhu tanpa
ada perbedaan diantara ahlul-haq. Dalam hal ini, perbedaan sebagian
kalangan Qadariyah tidak ada nilainya. Pasalnya, Sahabat radhiyallah
'anhum telah berijmak atas (kewajiban penegakkan, red.) Khilafah ... "
Imam an-Nawawi di dalam Syarhu Shahih Muslim
(vi/291) pun menegaskan: "Para ulama sepakat bahwa wajib atas kaum
Muslim untuk mengangkat khalifah. Kewajiban mengangkat khalifah itu
berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal. Adapun yang diceritakan
dari al-'Asham bahwa dia mengatakan Khilafah tidak wajib, juga dari
selain dia bahwa Khilafah itu wajib menurut akal dan bukan syariah, maka
kedua perkataan ini adalah batil."
Syaikh
Manshur al-Buhuti al-Hanbali dalam Kasysyaf al-Qina' 'an Matn al-lqna'
(xxi/61) juga menegaskan: "Mengangkat Al-Imam al-A'zham (Khalifah) bagi
kaum Muslim adalah fardhu kifayah. Pasalnya, manusia memerlukan itu
untuk menjaga kesucian dan mempertahankan wilayah, menegakkan hudud,
menunaikan hak-hak, memerintahkan kemakrufan dan melarang kemungkaran."
Bahkan
Imam Ibn Hajar al-Haytsami di dalam Ash-Shawa'iq al-Muhriqah (i/25)
menegaskan: "Ketahuilah juga bahwa sesungguhnya para Sahabat radhiyallah
'anhum telah berijmak bahwa mengangkat imam (Khalifah) setelah lewatnya
zaman kenabian adalah wajib. Mereka bahkan menjadikan kewajiban ini
sebagai salah satu kewajiban yang paling penting (min ahammi
al-wajibat). Buktinya, mereka lebih menyibukkan diri untuk memilih dan
mengangkat Khalifah daripada menguburkan jenazah Rasulullah Shallalahu
'Alaihi wa Sallam. Perbedaan mereka dalam menentukan (siapa yang menjadi
Khalifah) tidak menodai ijmak yang telah disebutkan itu."
Harus Mengikuti Manhaj Kenabian
Khilafah
yang dikehendaki oleh syariah itu adalah Khilafah yang mengikuti manhaj
kenabian. Islam telah menjelaskan metode pelaksanaan berbagai
kewajiban, termasuk kewajiban menegakkan Khilafah ini. Karena itu
menegakkan Khilafah 'ala minhaj an-Nubuwwah juga harus terikat dengan
metode yang telah dijelaskan oleh Rasul Shallalahu 'Alaihi wa Sallam
dalam sirah beliau. Metode ini
merupakan hukum syariah yang wajib diikuti.Diantara ketentuan metode itu adalah bahwa negeri tempat Khilafah ditegakkan haruslah memenuhi empat kriteria:
merupakan hukum syariah yang wajib diikuti.Diantara ketentuan metode itu adalah bahwa negeri tempat Khilafah ditegakkan haruslah memenuhi empat kriteria:
1. Kekuasaan di wilayah itu haruslah otonom bersandar kepada kaum Muslim.
2.
Keamanannya harus terjamin dengan keamanan kaum Muslim. Perlindungan di
dalam dan luar negeri harus pula dengan perlindungan Islam, berasal
dari kekuatan kaum Muslim sebagai kekuatan Islam saja.
3. Orang yang dibaiat menjadi Khalifah harus memenuhi syarat in'iqad (legal).
4.
Segera secara langsung menerapkan syariah Islam secara keseluruhan dan
mengemban dakwah Islam. Artinya, Khalifah yang dibaiat itu harus berada
di tengah-tengah rakyat (tidak terus bersembunyi); memelihara urusan
mereka, menyelesaikan problem mereka serta melaksanakan tugas
pemerintahan dan ri'ayah seluruhnya sebagaimana yang disyariatkan.
Keempat
kriteria itu belum terpenuhi pada khilafah yang telah diklaim
deklarasinya oleh ISIS. Karena itu khilafah ala ISIS tidak bisa dianggap
sebagai khilafah yang syar'i. Konsekuensinya, semua hak dan kewajiban
syar'i terkait khilafah itu juga belum bisa direalisasi. Dengan kata
lain, Khilafah yang syar'i belum terwujud.
Khilafah
adalah kewajiban terpenting. Karena itu kaum Muslim wajib turut serta
aktif dalam menegakkan Khilafah. Mereka tidak boleh menjauhi, menolak
apalagi sampai menghalangi upaya penegakkan Khilafah. Tindakan demikian
merupakan dosa besar.
Hanya
saja, upaya penegakkan Khilafah tetap harus mengikuti metode yang telah
digariskan oleh Rasulullah Shalallahu 'Alaihi wa Sallam untuk kita,
yakni melalui dakwah fikriyah wa siyasiyah (pemikiran dan politik) tanpa
kekerasan. Caranya adalah melalui aktivitas pembinaan dan pengkaderan,
berinteraksi bersama umat dan thalab an-nushrah (menggalang dukungan
para pemilik kekuasaan). Perjuangan itu pasti berhasil pada saatnya
karena itu merupakan janji Allah. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Allah telah berjanji kepada orang-orang beriman dan beramal salih di antara kalian bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi ... “ (QS an-Nur 24:55).
Ketika kekuasaan Islam terwujud, ia akan menebarkan rahmat. Sayyid Quthub di dalam FI Zhilal al-Qur'an menjelaskan:
"Sesungguhnya dijadikan berkuasa di muka bumi itu adalah kemampuan untuk membangun dan memperbaiki, bukan menghancurkan dan merusak; kemampuan mewujudkan keadilan dan ketenteraman, bukan kezaliman dan penindasan; kemampuan meninggikan jiwa manusiawi dan sistem manusiawi, bukan untuk membenamkan individu dan komunitas pada derajat hewan ... " (al-Islam 717, Syawal 1435H)
Khilafah ar-Rasyidah dan Filosofi Bernegara dalam Islam
Dalam
sebulan terakhir ini media massa banyak memberitakan tentang Daulah
Islam dan Khilafah ala ISIS yang diklaim telah diproklamasikan di Irak.
Berita tersebut dikaitkan dengan berita tentang berbagai tindakan
kekerasan, penindasan bahkan kekejaman; juga tentang perlakuan otoriter
terhadap warga termasuk warga sipil dan non-Muslim. Semua itu boleh jadi
bisa menimbulkan pemahaman keliru tentang syariah dan Khilafah di
tengah-tengah umat.
Waspadai Pengaburan Potret Khilafah
Di
tengah isu tentang Khilafah ala ISIS, seminggu terakhir ini juga
tersebar berita bahwa Amerika Serikat membantu Irak dan kelompok Kurdi
untuk menyerang ISIS. Alasannya adalah demi
kemanusiaan, yaitu untuk mencegah genosida (pemusnahan massal) dan pembantaian. Padahal motif kemanusiaan itu hanyalah kebohongan. Pasalnya, jauh sebelum ini, genosida dan pembantaian juga terjadi di Suriah, Afrika Tengah, Myanmar dan belahan dunia lainnya. Namun, Amerika Serikat tidak melakukan campur tangan dengan alasan kemanusiaan. Amerika Serikat dan Barat tidak melakukan apa-apa.
kemanusiaan, yaitu untuk mencegah genosida (pemusnahan massal) dan pembantaian. Padahal motif kemanusiaan itu hanyalah kebohongan. Pasalnya, jauh sebelum ini, genosida dan pembantaian juga terjadi di Suriah, Afrika Tengah, Myanmar dan belahan dunia lainnya. Namun, Amerika Serikat tidak melakukan campur tangan dengan alasan kemanusiaan. Amerika Serikat dan Barat tidak melakukan apa-apa.
Sebaliknya,
Amerika Serikat dan Barat sebelumnya telah melakukan tindakan brutal di
lrak, Afganistan, Somalia dan belahan dunia lainnya. Tindakan Amerika
Serikat dan Barat telah memakan korban ratusan ribu bahkan jutaan orang
tewas maupun terluka.
Karena
itu berbagai berita itu haruslah disikapi dengan benar. Jika pun
berita-berita tentang apa yang terjadi itu benar, tindakan seperti yang
diberitakan itu jelas tidak dibenarkan oleh syariah. Bahkan metode
memproklamasikan dan menegakkan negara yang diklaim itu sejak awal sudah
keliru. Sekali lagi, jika memang berita-berita itu benar maka: Pertama,
kita tidak boleh terperdaya dan tersesatkan sehingga menilai Amerika
Serikat dan Barat sebagai penyelamat. Tindakan Amerika Serikat dan Barat
serta rezim-rezim diktator dukungan mereka seperti di Suriah, bahkan
kebiadaban Israel, jauh lebih brutal dan kejam. Kedua,
kita tak boleh terpalingkan dari kewajiban syar'i untuk terus berjuang
menegakkan Khilafah ar-Rasyidah yang mengikuti manhaj kenabian.
Khilafah yang Sebenarnya
Khilafah
adalah negara kaum Muslim di seluruh dunia untuk menerapkan Islam, baik
di dalam maupun luar negeri. Negara adalah organisasi politik yang
berfungsi untuk menerapkan kumpulan pemahaman (mafahim), standarisasi
(maqavis) dan keyakinan (qana'at) yang diterima dan diemban oleh umat.
Karena
itu mendirikan negara Khilafah tak bisa serta-merta dengan
mengambil-alih kekuasaan, kemudian semuanya dianggap selesai begitu
kekuasaan di tangan. Pasalnya, yang paling mendasar dalam bernegara
adalah penerimaan umat terhadap kumpulan pemahaman, standarisasi dan
keyakinan yang akan diterapkan kepada mereka. Jika tidak, maka negara
itu adanya seperti tidak ada, keberadaannya tidak bisa mewujudkan tujuan
bernegara.
Nabi
Shalallahu 'Alaihi wa Sallam telah mengajarkan metode baku dalam
mendirikan Negara Islam di Madinah. Beliau memulai langkahnya dengan
proses pembinaan serta penanaman (tatsqif) kumpulan pemahaman,
standarisasi dan keyakinan yang hendak diterapkan itu kepada umat; juga
kepada ahlul quwwah (para pemilik kekuasaan) sekaligus meminta nushrah
(dukungan) mereka. Ketika umat dan ahlul quwwah menerima dan
mengembannya, mereka lalu memberikan mandat kekuasaan mereka (taslim
al-hukm) kepada Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam untuk menerapkan
kumpulan pemahaman, standarisasi dan keyakinan tersebut kepada mereka.
Sebagai
organisasi yang berfungsi untuk menerapkan kumpulan pemahaman,
standarisasi dan keyakinan kepada rakyat, negara memang membutuhkan
kekuatan (quwwah). Kekuatan juga dibutuhkan untuk menjaga dan melindungi
negara. Namun, negara bukanlah kekuatan (quwwah) yang identik dengan
militer. Negara juga tidak boleh menggunakan pendekatan militeristik,
apalagi menjelma menjadi military state (negara militer). Selain akan
menjadi 'monster', penjelmaan negara seperti ini juga menjadi madarat
bagi umat. Padahal Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Siapa saja yang meneror seorang Muslim, Allah akan meneror dia pada Hari Kiamat. Siapa saja yang menyebarkan rahasia saudaranya, Allah akan menyebarkan rahasianya pada Hari Kiamat kepada para makhluk" (Dikeluarkan oleh ar-Rabi' bin Habib dalam Musnad).
Nabi Shalallahu 'Alaihi wa Sallam juga bersabda:
"Tidak boleh ada kemadaratan (dharar) dan sesuatu yang bisa memadaratkan (dhirar) dalam Islam" (HR Ibn Majah, ad-Daruquthni dan Malik).
Karena
itu negara militer (military state), negara totaliter atau negara
otoriter jelas diharamkan dalam Islam (Al-Allamah Syaikh 'Abdul Qadim
Zallum, Nizham al-Hukm fi ai-Islam, hlm. 242 & 246, cet.VI, edisi Muktamadah, 1422 H).
Negara
Khilafah, sebagaimana yang digariskan oleh Nabi Shalallahu 'Alaihi wa
Sallam, disyariatkan untuk mengurus urusan umat dengan menerapkan hukum
syariah. Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam bersabda:
"Pemimpin umat manusia adalah pengurus rakyat. Dia bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya" (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Ibn Hibban, an-Nasa'i dan al-Baihaqi).
Karena
itu negara (ad-dawlah) dan kekuasaan (as-sulthan) dalam Islam ada untuk
mengurus urusan umat. Tanpa itu tidak mungkin urusan umat bisa
diwujudkan. Maka dari itu, filosofi dasar bernegara dalam Islam adalah
mewujudkan kemaslahatan umum (al-mashlahah al-'ammah) baik yang bersifat
vital (al-mashlahah ad-dharuriyyah) seperti menjaga agama (hifdz
ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-'aql), keturunan (an-nasi), kehormatan
(al-karamah), harta (al-mal), keamanan (al-amn) dan menjaga negara
(hifdz ad-daulah); maupun kemaslahatan pelengkap (al-mashlahah
al-takmiliyyah), dibutuhkan (al-mashlahah al-hajiyyah) dan kebaikan
(al-mashlahah at-tahsiniyyah).
Kemaslahatan
vital, seperti menjaga agama, akan terwujud jika negara menerapkan
Islam dengan benar dan konsekuen, serta menjaga Islam dari berbagai
penyimpangan. Caranya adalah dengan penerapan sanksi atas orang murtad
serta orang yang pahamnya salah. Jiwa akan terjaga jika qishash
diterapkan atas orang yang menghilangkan nyawa orang lain. Akal akan
terjaga ketika khamer, narkoba dan sejenisnya diharamkan dan siapa saja
yang terlibat dengan itu dikenai sanksi. Keturunan akan terjaga ketika
hukum pernikahan diterapkan, zina diharamkan dan sanksi bagi pelakunya
ditegakkan. Kehormatan juga akan terwujud ketika orang yang menuduh zina
dijatuhi sanksi sekaligus ditolak kesaksiannya. Harta akan terjaga
ketika pencurian, korupsi dan perampokan dikenai sanksi. Keamanan pun
akan terjaga ketika bughat, begal dan pengacau keamanan dilarang serta
pelakunya dijatuhi sanksi yang berat.
Namun,
kemaslahatan vital ini tidak bisa diwujudkan sendiri karena membutuhkan
seperangkat hukum syariah yang lain. Karena itu ada kemaslahatan
pelengkap (al-mashlahah al-takmiliyyah), seperti larangan melihat lawan
jenis, berdua-duaan dan membuka aurat, yang melengkapi larangan berzina.
Sebab, zina tidak hanya diharamkan, tetapi semua pintu perzinaan juga
wajib ditutup rapat-rapat.
Hukum
syariah juga mewujudkan kemaslahatan yang dibutuhkan (al-mashlahah
al-hajiyyah), seperti rukhshah tidak berpuasa bagi musafir dan orang
yang sakit; menjamak dan memendekkan shalat bagi
musafir; bertayamum bagi orang yang sakit dan tidak menemukan air.
Selain itu, hukum syariah juga mewujudkan kemaslahatan kebaikan
(al-mashlahah at-tahsiniyyah), seperti bersuci dari najis, hadas besar
dan kecil; larangan kencing di lubang, atau air yang berhenti; memakai
wangi-wangian, memotong kuku, menyisir rambut, dan sebagainya. Semuanya ini merupakan kemaslahatan yang bersifat tahsiniyyah.
Seluruh
kemaslahatan ini hanya bisa diwujudkan dengan menerapkan syariah Islam
dengan sempurna, baik dan benar, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Kami tidak mengutus kamu (Muhammad), kecuali menjadi rahmat bagi se/uruh alam semesta" (QS al-Anbiya' 21:107).
Makna
"rahmat[an]" adalah jalb al-mashalih (terpenuhinya kemaslahatan) dan
daf'u al-mafasid (terhindarkannya kerusakan dan kemadaratan). Ini
berlaku bukan hanya untuk orang Islam, tetapi juga non-Muslim; bukan
hanya untuk manusia, tetapi juga alam dan kehidupan. Itulah makna frasa
rahmat[an] lil-'alamin.
Hanya
saja, seluruh kemaslahatan tersebut tidak akan terwujud jika syariah
Islam tidak diterapkan dengan sempurna, baik dan benar, di bawah naungan
Khilafah. Khilafah itu haruslah yang mampu menerapkan syariah Islam
dengan sempurna, baik dan benar. Itulah Khilafah 'ala Minhaj
an-Nubuwwah.
Khilafah
'ala Minhaj an-Nubuwwah ini dibangun dengan pondasi umat Islam yang
menerima dan meyakini kumpulan pemahaman, standarisasi dan keyakinan
Islam yang diterapkan kepada mereka;
sebagaimana Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah yang pertama. Metode yang digunakan untuk membangun Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah juga mengikuti sepenuhnya metode Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam dan para Sahabat dalam mendirikan negara. Para pendiri dan pemangkunya juga mempunyai karakter sebagaimana pendiri dan pemangku Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah yang pertama.
sebagaimana Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah yang pertama. Metode yang digunakan untuk membangun Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah juga mengikuti sepenuhnya metode Nabi Shallalahu 'Alaihi wa Sallam dan para Sahabat dalam mendirikan negara. Para pendiri dan pemangkunya juga mempunyai karakter sebagaimana pendiri dan pemangku Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah yang pertama.
Khilafah
'ala Minhaj an-Nubuwwah menerapkan Islam secara sempurna, dengan baik
dan benar, di dalamnya darah, harta, kehormatan, akal, keturunan manusia
baik Muslim maupun non Mulsim akan terjaga dan terlindungi.
Begitulah
Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah. Itulah Khilafah yang wajib ditegakkan
dan diperjuangkan oleh umat Islam di seluruh dunia. Khilafah 'ala
Minhaj an-Nubuwwah ini akan menjadi pangkal kebangkitan dan kemuliaan
umat Islam. Khilafah 'ala Minhaj an-Nubuwwah ini juga menjadi solusi
dari berbagai masalah yang menyelimuti umat Islam." (al-Islam 718/Syawal
1435H)
Wallah a'lam bi ash-shawab.
Sumber: www.EdiNugroho.com , Dh-Qa'ida 1435 H/ September 2014