Minggu, 26 Mei 2013

Imam itu untuk diikuti

Imam itu untuk diikuti

Rasuulullaah bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا
Sesungguhnya (seseorang) dijadikan (sebagai) imam hanyalah untuk diikuti, maka janganlah menyelisihinya!
[muttafaqun 'alayh]
Diantara penyelisihan terhadap iimaam, adalah MENDAHULUI atau TERLALU LAMBAT dari gerakan imam!
Rasuulullaah bersabda:
أيها الناس, إني إمامكم فلا تسبقوني بالركوع ولا بالسجود ولا بالقيام ولا بالقعود ولا بالانصراف
“Wahai manusia! Sesungguhnya saya ini adalah imam kalian. Maka janganlah kalian mendahului saya saat rukuk, sujud, berdiri, duduk, dan jangan berpaling atau merubah gerakan shalat!”
(HR Muslim, dll)
Dijelaskan para ulama: “Telambatnya makmum dari iimaam SAMA SAJA dengan mendahuluinya!”
Juga… diantara penyelisihan terhadap iimaam… apabila imam dalam suatu gerakan, maka si makmum tidak mengikutinya!
1. Kalau imam telah takbiratul ihram, maka kita segera takbiratul ihram…
Kita dapati ada sebagian yang diam dulu sebelum takbir (dan diamnya kelamaan)… mungkin maksudnya untuk mempertegas niat dalam hati… padahal berdirinya dia dibelakang imam, pada waktu shalat tertentu… ini sudah merupakan ketegasan niatnya… dan juga, tidak perlu dilafazhkan niatnya, karena niat tempatnya dihati…
Maka selepas imam bertakbir… yang kita lakukan adalah bertakbir… BUKAN-nya malah melafazhkan niat…
Rasuulullaah bersabda (kelanjutan hadits diatas) :
فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا
Jika imam bertakbir, BERTAKBIRLAH…
[idem]
Dalam riwayat Ahmad, dll; ada tambahan:
ولا تكبروا حتى يكبر
Dan janganlah bertakbir hingga imam bertakbir
(HR AHmad, dll; dishahiihkan syaikh al albaaniy dalam irwa’ul ghaliil)
Dan termasuk kekeliruan… BERBARENGAN dalam takbiratul ihram!
2. kalau imam telah ruku’, maka kita pun ruku’…
Sebagian masbuq yang mendapati imam ruku, masih takbir dan sedekap dulu, bahkan membaca al faatihah! Padahal imam SUDAH RUKU’!
Padahal Rasuulullaah shallallaahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ
“Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan shalat dan imam sedang dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat seperti imam berbuat.”
[HR at Tirmidziy, shahiih]
Dan ketika makmum mendapatkan imam ruku’, maka ia sudah mendapatkan raka’at; dan gugur baginya kewajiban membaca al fatihah.
Maka ketika kita dapati imam ruku’, maka kita bertakbir (sebagai takbiratul ihram sekaligus takbir ruku’) dan ruku’ bersamanya… dan kita pun telah mendapatkan satu raka’at…
Beliau juga bersabda:
إذا جئتم إلى الصلاة و نحن سجود فاسجدوا ولا تعدوه شيئا ومن أدرك الركعة فقد أدرك الصلاة
Apabila kalian menghadiri shalat (berjama’ah), sementara menemukan kami sedang sujud, maka hendaklah kalian juga ikut sujud, dan jangan dihitung itu satu raka’at! Siapa yang rukuk bersama imam berarti dihitung satu rakaat shalat”.
(HR Abu Dawud; hasan)
Terlarang pula bagi kita untuk ruku’ sebelum imam ruku!
ولا تركعوا حتى يركع
Dan jangan kalian ruku’ hingga imam ruku!
(HR Ahmad, dll; shahiih)
Bagaimana jika kita belum selesai baca al faatihah tapi imam sudah ruku’?!
Difatwakan syaikh ibnu bazz:
“Jika Al-Fatihah anda belum selesai sementara imam sudah ruku’, maka segeralah ruku’ bersama imam dan tinggalkan sisa Al-Fatihah yang belum anda baca. Hal ini berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ فَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا
“Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihnya. Apabila ia ruku’, maka ruku’lah.”
(Disalin almanhaj dari kitab Al-Fatawa Juz Tsani, Edisi Indonesia Fatawa bin Baaz)
Jika AL FAATHIHAH yang merupakan RUKUN SHALAT, gugur kewajibannya agar kita mengikuti imam… Tentu perkara yang lainnya LEBIH PATUT gugur karenanya! khususnya pada bacaan dzikir yang sunnah atau tempat-tempat yang mana doa dianjurkan!
3. Kalau imam kita dapati telah i’tidal… maka kita pun ikut i’tidal bersamanya…
Berkata Sayyyid Sabiq dalam Fiqhus sunnah: ” Jika seorang ma’mum yang masbuq menemukan imam sedang i’tidal, maka ma’mum yang masbuq ini hendaklah bertakbiratul ihram lalu ikut berdiri dalam keadaan i’tidal…”
Alangkah lebih mengherankan lagi… jika kita dapati seseorang yang mana imam sudah i’tidal… ia malah takbiratul ihram, membaca al fatihah, ruku’ kemudian i’tidal…
Lebih mengherankan lagi… ia BERDIAM DIRI saja.. tidak mengikuti imam, sampai imam berdiri lagi untuk raka’at kedua!!
Padahal Nabi bersabda:
إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفُوا
Sesungguhnya imam hanya untuk diikuti, maka janganlah menyelisihinya!
Dan beliau juga bersabda:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ
“Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan shalat dan imam sedang dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat seperti imam berbuat.”
[HR at Tirmidziy, shahiih]
Kebanyakan pula kita dapati makmum I’TIDAL LEBIH DULU daripada imam!
Padahal telah ada ancaman dari Rasuulullaah:
أما يخسى أحدكم إذا رفع رأسه قبل الإمام أن يحول الله رأسه رأس حمار أو يحول الله صورته صورة حمار
“Apakah kalian yang mengangkat kepalanya sebelum imam tidak takut jika kepala kalian diganti Allah dengan kepala keledai?! Atau bentuk kalian diubah Allah dengan bentuk keledai?!”
(Shahiih; HR Abu dawud, dll)
4. Kalau imam kita dapati telah/sedang sujud… Maka kita pun ikut sujud dengannya!
Rasuulullaah bersabda:
وإذا سجد فسجدوا
apabila imam sujud, maka kalian harus ikut sujud
Beliau juga bersabda:
وإذا سجد فسجدوا, ولا تسجدوا حتى يسجد
Dan jika imam sujud, maka sujudlah, dan jangan kalian sujud hingga imam sujud
Berkata al Bara’ ibn ‘azib
لم يحن أحد منا ظهره حتى يضع النبي صلى الله عليه وسلم جبهته على الأرض
“TIDAK SEORANGPUN di antara kami (para shahabat) yang membungkukkan punggungnya (untuk turun sujud) sebelum nabi meletakkan dahinya di tempat sujud”
(HR Bukhaariy)
Juga untuk para masbuq:
قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ
“Apabila salah seorang dari kalian mendapatkan shalat dan imam sedang dalam suatu keadaan, maka hendaklah ia berbuat seperti imam berbuat.”
5. Jika imam bangkit dari sujud dan bertakbir, maka bangkitlah!
Termasuk untuk SUJUD TERAKHIR… Banyak kita dapati para makmum SUJUD LEBIH LAMA DARIPADA IMAM… Imam sudah tahiyat akhir (dan ini agak lama), barulah ia mengangkat kepalanya!!
Ini terdapat dua kekeliruan: Pertama, dia telah melakukan gerakan yang sangat terlambat dari imam! Kedua, pemahamannya bahwa sujud terakhir “lebih spesial” daripada sujud-sujud selainnya, sehingga ia sujud lebih lama daripada sujud lainnya, bahkan sampai menyalahi imam!!!
6. Ketika imam salam, maka kita pun salam… (tidak mendahului, tidak bersamaan, tidak terlambat!)
Memang sangat dianjurkan memperbanyak doa setelah membaca tasyahud sebelum salam… TAPI INGAT mengikuti imam itu WAJIB !!! Jangan hanya karena mengerjakan perkara yang dianjurkan, kita malah melakukan keharaman, atau bahkan sampai menjadikan shalat kita batal!!! Bahkan sangat terlambat sekali salam!! Yang mana imam TELAH berDZIKIR setelah shalat!!
Maka semoga Allaah memberikan kita ilmu yang bermanfaat… aamiin

Menasehati dengan penuh kesabaran sebelum menindaki

Allah telah memerintahkan kita untuk MENASEHATI KELUARGA KITA dan BERSABAR dalam menasehati.
وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا
Dan PERINTAHKANLAH kepada keluargamu mendirikan shalat dan BERSABARLH kamu dalam mengerjakannya.
(Thaa-Haa: 132)
Demikian pula Rasuulullaah… beliau telah memerintahkan orang tua untuk mengingatkan anaknya untuk mendirikan shalat sejak umur 7 tahun. Dan jika telah berumur 10 tahun, maka dipukul (dengan pukulan yang tidak membahayakan, dan bukan diwajah), jika tidak shalat. Berdasarkan hadits:
مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرٍ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِي الْمَضَاجِعِ
“Perintahkanlah anakmu shalat pada usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka karena meninggalkannya pada usia sepuluh tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.”
[HR Abu Dawud dan selainnya, shahiih]
Klik untuk melanjutkan bacaan…

Tidak dipukul rata

Sesungguhnya dalam menasehati… Tidaklah dipukul rata dari tata-cara, bahasa yang digunakan, dll.
Ada nasehat untuk diri… Ada pula nasehat untuk orang lain…
Silahkan engkau mencela DIRIMU dengna seburuk-buruk celaan ketika engkau:
- meninggalkan perkara-perkara yang mustahab,
- atau lebih memilih yang kurang afdhal,
- atau terjauh dan sibuk dengna kesia-siaan…
Tapi ketika engkau DIHADAPKAN DENGAN ORANG LAIN.. maka JANGAN engkau SAMAKAN kondisi dirimu dengan orang lain… Lantas engkau cela dirinya dengan seburuk-buruk celaan, hanya karena orang tersebut:
- “tidak mengamalkan perkara yang mustahab”,
- “memilih perkara yang kurang afdhal”,
- atau terjatuh dan sibuk dengan “hal yang sia-sia” (yang tidak mengandung dosa)..
Ada nasehatmu untuk dirimu, orang dibawah tanggung jawabmu, dan murid-muridmu …
Ada pula nasehatmu untuk teman-temanmu, bahkan mungkin orang yang lebih tinggi kedudukannya darimu (baik dari sisi pangkat/jabatan/kedudukan sosial/dll)
Dan ingat… tingkatan keimanan yang engkau miliki pun… tidak sama dengan tingkatan keimanan yang dimiliki orang lain…
Maka hendaknya hal inipun dapat engkau jadikan pertimbangan dalam memilih tata cara besikap, juga dalam memilih kata-kata ketika menasehati orang lain…
Semoga bermanfaat
NB: Dan tulisan diatas pun, ditujukan pertama kali untuk pemilik tulisan; yang hendaknya para pembaca tulisan ini mengingatkan kembali pemilik tulisan… Apabila ia menyelisihi apa yang ia nasehatkan untuk dirinya sendiri, dan juga orang lain…

Menyikapi NASEHAT UMUM orang lain

Menyikapi NASEHAT UMUM1 seseorang itu sebenarnya “gampang” saja…
- Kalau isi tulisannya memotivasi kita beramal kebaikan… maka tinggal kita amalkan…
- Kalau isi tulisannya memotivasi kita meninggalkan dan menjauhi keburukan… maka tinggal kita amalkan…
- Kalau ternyata isi tulisannya “sepertinya” menyinggung kita… Maka jangan ke-Ge-eR-an dulu…
  • bisa jadi ia sedang menyinggung DIRINYA SENDIRI…
  • bisa jadi ia sedang menyinggung ORANG LAIN…
Mengapa kita su’uzhan terhadapnya?! Sehingga kita menyangka dirinya sedang menyinggung-nyinggung kita dengan nasehatnya tersebut?! Darimana kita tahu kalau dia menyinggung kita? Sudahkah kita belah hatinya, sehingga kita tahu bahwa maksud tulisannya untuk menyinggung kita? Padahal nasehatnya umum?
Bahkan jikalaupun ia bermaksud menyinggung DIRI KITA.. bukankah ia TIDAK MENYEBUTKAN secara EKSPLISIT nama kita?
Bahkan kalaupun kita ketahui secara jelas, bahwa maksud nasehatnya tersebut benar-benar ditujukan untuk kita (tapi tidak menyebutkan nama kita)…
Maka kenapa kita marah? Maka mengapa kita tidak mengambil kebaikan dari apa yang dituliskannya, dan berlarut-larut dengan kemarahan kita?
Darimanakah marah ini berasal? Apakah kita marah hanya karena hawa nafsu kita diusik?
Demikianlah… esensi tulisan terbaikan… Yang seharusnya diambil dan diterima dengan tunduk, jika ia memang merupakan kebenaran2 !?
Yang ada hanyalah full su’uzhan yang mendominasi… hingga akhirnya, tidak mau menerima kebenaran dan memusuhi orang yang menyerunya…
Hanya karena kita merasa diri kita yang sedang disinggung (padahal mungkin bukan demikian), disebabkan su’uzhann kita terhdapanya…
Atau
Hanya karena hawa nafsu kita di tegur (jika memang benar, bahwa dia memang bermaksud menyinggung3 kita) ?!!
Maka hendaknya kita mengambil kebaikan dari apa yang dituliskannya… Berterima kasih kepadanya dan mendoakan kebaikan kepadanya… karena telah “menegur” dan “menyinggung” kita… Terlepas apakah ia sedang menegur dan menyinggung dirinya sendiri, orang lain, atau memang diri kita sendiri dalam tulisannya…
Maka aku ucapkan :
“Jazaakumullaahu khayran (semoga Allah membalas kalian dengan kebaikan) sebagaimana kalian telah mengingatkanku/menyinggungku dengan tulisan kalian (meski itupun, mungkin bukan tertujukan kepadaku)…
Sehingga dengan perantara kalian aku mengetahui hal yang sebelumnya tidak kuketahui, atau aku teringatkan sesuatu yang sudah aku tahu (tapi aku lalai/lupa dengannya)…
Sehingga aku semakin dapat memperbaiki amalanku (baik amalan hati, maupun anggota badan)…
Walhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin…”
Catatan Kaki
  1. Baik nasehat itu di facebook, twitter, blog, atau selainnya
  2. Karena kebenaran datangnya dari Allaah! Adapun orang yang menyampaikan kebenaran, hanyalah orang-orang yang dipilih Allaah, yang dengannya melaluinya tersampaikan kebenaran tersebut!
    Jika engkau menolak, maka pada hakekatnya penolakan tersebut adalah pada Dzat Yang Maha Benar, Sang Pemilik Kebenaran (jika telah nyata bagimu apa yang disampaikannya adalah kebenaran)…
    Dan jika engkau tunduk, maka tunduklah dikarenakan engkau mengagungkan kebenaran, Allaah Yang Maha Benar, Sang Pemilik Kebenaran (jika telah nyata bagimu apa yang disampaikannya adalah kebenaran)…
    Maka hendaknya kita menerima kebenaran, sekalipun yang mengucapkan orang yang umurnya jauh lebih muda dari kita… sekalipun yang mengucapkan ilmunya jauh lebih sedikit dari kita…
    Apakah kita hendak menyombongkan diri dihadapan Allaah (dengna menolak kebenaran yang datang dariNya), hanya karena Dia memilih orang yang lebih kurang umur/ilmunya dari kita?!
    Maka hendaknya inilah yang menjadi pertimbangan kita, sebelum menolak… Dan jauhkan gengsi-gengsi! Tidaklah gengsi dalam hal seperti ini melainkan menambahkan kehinaan kepada pemilinkya, dan tidaklah ketundukan menerima kebenaran (dari siapapun kebenaran itu datang) melainkan akan mendatangkan kemuliaan bagi pelakunya… Maka camkanlah!
  3. Adapun jika kita hendak menyinggung seseorang, hendaknya kita dahului untuk menasehati dengan nasehat yang sama kepadanya secara sembunyi-sembunyi… Kemudian kita bawa nasehat tadi SECARA UMUM, pada orang lain (meskipun ia berada diantara orang tersebut)…
    Dikatakan SECARA UMUM… Maka hendaknya nasehat tersebut tidak kita sebutkan ciri-cirinya (sehingga menyebabkan orang lain pun TAHU bahwa yang kita maksud adalah dirinya)… Apalagi sampai menyebutkan nama orang lain secara terang-terangan! Meskipun hal ini (pada kondisi tertentu dibolehkan)… Maka hendaknya kita tetap melihat, mempertimbangkan, dan mendiskusikan (kepada yg lebih ahli); akan maslahat dan mudharat, dari penyampaian tersebut…
    Adapun bagi pembaca, hendaknya tetap menyikapi nasehat DALAM KEUMUMANNNYA tanpa mengkaitkannya dengan orang tertentu… Seabgaimana inilah yang menjadi tujuan penulisan artikel ini…
    Kecuali kalau telah NYATA dan KUAT qarinah-qarinah yang memang menunjukkan ia sedang memaksudkan orang tertentu…
    Selama kita tidak mendapatkan QARINAH YANG KUAT LAGI NYATA… Maka tidak perlu kita sangkut pautkan dengan individu tertentu… Sikapi secara UMUM, dan mengambil kebaikan dari nasehatnya…
    Ini lebih baik, daripada kita sibuk mencari-cari tahu siapakah yang dimaksud… Sehingga kita su’uzhann terhadap orang lain (tanpa adanya BUKTI NYATA dan QARINAH yang kuat yang menunjukkan padanya)… Yang malah melalaikan kita terhadap esensi nasehatnya!

Siapakah yang disebut ‘bermudah-mudahan’ dalam khilafiyah?

Diantara perkara yang sangat disesalkan adalah adanya laqob-laqob “janganlah berlebih-lebihan dalam berpendapat” (kepada orang-orang yang menganut pendapat yang ‘tegas’)… dan laqob-laqob “Janganlah bermudah-mudahan dalam berpendapat” (terhadap orang-orang yang menganut pendapat yang ‘ringan’)
Sesungguhnya laqob-laqob ini tidak sepantasnya diucapkan pada permasalahan-permasalhan yang telah dikenal dan diakui oleh para ulama ahlus sunnah tentang adanya perselisihan tentang hal tersebut.
Adapun yang hendak diangkat dalam permasalahan ini adalah laqob-laqob yang kedua yaitu label/cap/stempel “janganlah bermudah-mudahan”, Apalagi sampai-sampai mencap: “pencari rukhshah”, “pencari pembenaran” dll. yang dikatakan TIDAK PADA TEMPATnya, yang dikatakan pada orang-orang yang TIDAK PANTAS menyandangnya…
Klik untuk melanjutkan bacaan…

Petuah Imam Syafi’i

Tentang Zuhud
Sekedar pengakuan belaka
من ادعى أنه جمع بين حب الدنيا وحب خالقها في قلبه فقد كذب
Barangsiapa mengaku dapat menggabungkan dua cinta dalam hatinya, cinta dunia sekaligus cinta Allah, maka dia telah berdusta.
تعصي الاله وأنت تظهر حبه | هذا محال في القياس بديع
Kau bermaksiat lalu mengaku mencintai-Nya? ini sungguh mustahil terjadi
لو كان حبك صادقا لأطعته | ان المحب لمن يحب مطيع
Andaikan cintamu itu sejati kau pasti menaati-Nya! Sesungguhnya seorang pencinta akan taat kepada yang dicintainya
Hakekat Dunia
ان الدنيا دحض مزلة,ودار مذلة, عمرانه الى خرائب صائر, وساكنها الى القبور زائر, شملها على الفرق موقوف, وغناها الى الفقر مصروف, الاكثار فيها اعسار, والاعسار فيها يسار
Dunia adalah batu yang licin dan kampung yang kumuh. Bangunannya kelak roboh, penduduknya adalah calon penghuni kubur, apa yang dikumpulkan akan ditinggalkan, apa yang dibanggakan akan disesalkan, mengejarnya sulit, meninggalkannya mudah.
Dalam kesempatan lain:
قيل للشافعي رحمه الله: ما لك تكثر من امساك العصا, ولست بضعيف؟
قال: لأتذكر أني مسافر
Seseorang bertanya kepada Imam Syafi’I: “Mengapa engkau selalu membawa tongkat padahal engkau bukanlah orang yang lemah?” beliau menjawab: “Agar aku selalu teringat bahwa aku adalah seorang musafir”.

Klik untuk melanjutkan bacaan…

HOAX

Gambar.. Atau BAHKAN VIDEO.. Bisa menipu.. Maka hendaknya jangan sampai kita sikapi seperti “wahyu” yang turun dari langit… Apalagi hanya sebatas ‘artikel’ tanpa menyertakan bukti-bukti!?
Maka sebagaimana informasi lainnya… patut kita cek dan ricek dulu, sebelum kita telan mentah-mentah apalagi sampai ikut-ikutan menyebarkan…
Klik untuk melanjutkan bacaan…

Tidur dengan berbagai keutamaan

1. Barangsiapa yang berwudhu sebelum tidur1, maka akan dimohonkan ampun oleh malaa-ikat
Rasuulullaah bersabda:
طَهِّرُوا هَذِهِ الأَجْسَادَ طَهَّرَكُمُ اللَّهُ , مَا مِنْ عَبْدٍ بَاتَ طَاهِرًا إِلا بَاتَ فِي شِعَارِهِ مَلَكٌ كُلَّمَا تَقَلَّبَ مِنَ اللَّيْلِ سَاعَةً قَالَ الْمَلَكُ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِعَبْدِكَ كَمَا بَاتَ طَاهِرًا
Sucikanlah badan-badan kalian! Semoga Allah menyucikan kalian! sesungguhnnya tidaklah seorang hamba rumah bermalam (tidur) dalam keadaan suci (berwudhu), kecuali para malaikat akan bersamanya dalam pakaiannya. Tidaklah ia membalikkan badannya sesaat pun dalam tidur malamnya kecuali malaikat akan berkata, YaAllaah , ampunilah hambamu ini. Sesungguhya ia tidur dalam keadaan suci.”
(HR ath Thabraniy, dihasankan syaikh al albaaniy dalam silsilah ash shahiihah)
Klik untuk melanjutkan bacaan…
Catatan Kaki
  1. Juga… Setelah bangun tidur, maka kita hendaknya kita 1. Membaca dzikir berikut:
    لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ . لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ. سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، . وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ، . رَبِّ اغْفِرْلِيْ
    Laa ilaaha illallah, wahdahu laasyariikalah. Lahul mulku wa lahul hamdu, wahuwa ‘ala kulli syay-in qadiir. subhanallah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallah wallahu akbar. wa laa hawla wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘azhiim. rabbighfirliy
    2. Dan/atau berdoa,
    3. Dan/atau shalat,
    Karena barangsiapa yang tidur dalam keadaan berwudhu, kemudian ketika ia bangun ia membaca dzikir diatas, maka diampuni dosanya. Jika ia berdoa, maka dikabulkan doanya. Jika ia shalat, diterima shalatnya. (HR Bukhaariy)

SIFAT YAHUDI: banyak bertanya, banyak menyelisihi

Mereka bertanya bukan untuk keinginan “mengamalkan pertanyaan yang mereka tanyakan”… hanya saja untuk “sekedar bertanya”… bahkan pertanyaan yang mereka ajukan hanyalah membingungkan orang yang ditanyakan…
Berkata para ulama tafsiir:
“Mereka hanya disuruh menyembelih sapi betina saja… tapi mereka banyak bertanya, dan mempersulit diri… hingga akhirnya Allah mempersulit mereka… Seandainya mreka MENCUKUPKAN DIRI dengan perintah tersebut, niscaya Allah tidak akan menambahkan penjelasan terhadap perintahNya tersebut…”
Dikatakan adh Dhahhaak:
“Bahkan mereka hampir saja tidak mengamalkan apa yang mereka tanyakan tersebut… Sesungguhnya penyembelihan itu bukanlah hal yang mereka inginkan, karena mereka memang tidak ingin menyembelihnya…
Meskipun telah datang berbagai penjelasan, tanya jawab… maka mereka tidak menyembelihnya kecuali setelah bersusah payah…
Ini merupakan celaan atas mereka…
tujuan mereka bertanya itu hanyalah untuk membingungkan musa semata… oleh karena itu mereka hampir saja tidak menyembelihnya…”
Nabi shallallaahu ‘alayhi wa sallam telah melarang kita untuk mengikuti “sunnah yahudi” ini…
مَا نَهَيْتُكُمْ عَنْهُ فَاجْتَنِبُوهُ وَمَا أَمَرْتُكُمْ بِهِ فَافْعَلُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ
“Apa yang telah aku larang untukmu maka jauhilah. Dan apa yang kuperintahkan kepadamu, maka kerjakanlah sesuai dengan kemampuanmu.
فَإِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ كَثْرَةُ مَسَائِلِهِمْ وَاخْتِلَافُهُمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ
Sesungguhnya umat sebelum kalian binasa karena mereka banyak tanya, dan sering menyelisihi para Nabi mereka.”
(HR. Muslim)
Hal ini sebagaimana firman Allah yang menyebutkan perkataan musa kepada bani israail:
فَافْعَلُوا مَا تُؤْمَرُونَ
“maka kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu (tanpa banyak bertanya lagi tentangnya)…”
(al Baqarah: 68)
[sumber tafsiir ibnu katsiir, yang mana terinspirasi juga dari kajian kemarin malam ustadz maududi (via streaming ar ribaath)]
Semoga bermanfaat

Jangan engkau lupakan…

Janganlah engkau lupa terhadap jasa USTADZ atau USTADZAH yang dahulu mengajarkan kepada antum cara membaca qur-aan yang benar, yang dahulu pertama kali mengajarkan antum hafal surat-surat pendek/panjang…
Sekembalinya dirimu dari perantauan menuntut ilmu, hendaknya menghasilkan adab yang jauh lebih baik…
Tidak kita nafikkan… setelah engkau tahu ilmu (yg mungkin tidak diketahui mereka), yang mana ternyata engkau dapati mereka terdapat “kekeliruan/kesalahan” dalam beberapa perkara dalam agama…
Akan tetapi… Apakah engkau melupakan kebaikan mereka kepadamu? Bahkan berbuat sewenang-wenang terhadapnya?
Sungguh Allah telah berfirman:
وَلَا تَنسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ
…dan janganlah kalian melupakan keutamaan (siapapun) di antara kalian…
(Qs. al-Baqarah/ 2:237)
Mengenai penafsiran ayat di atas, adh-Dhahhâk rahimahullâh berkata,
“Keutamaan yang dimaksud adalah budi baik”.
Lebih jelas lagi, bahwa Rasuulullaah bersabda:
مَنْ لَا يَشْكُرُ النَّاسَ لَا يَشْكُرُ اللَّهَ
Barangsiapa yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, maka tidak bersyukur kepada Allah
(HR. at Tirmidziy; dan ia menilainya hasan shahiih; dishahiihkan oleh syaikh al-albaaniy)
Dan ingat, orang yang “tidak tahu berterimakasih”1 adalah orang yang KUFUR NIKMAT..
Lantas bagaimana lagi jika gurumu tidak hanya sekedar mengajarkan al qur-aan? Tapi banyak mengajarkan kepadamu kebaikan? Bahkan mungkin melalui perantaraan dialah engkau mengenal islaam, engkau mengenal sunnah? Yang mana tadinya engkau berada dijurang neraka?
Maka ini sungguh merupakan kedurhakaan yang sangat!!
Takutlah engkau akan dicabutnya keberkahan dari ilmu yang engkau miliki… Yang mana ilmumu hanyalah menjadi hujjah (bencana) atasmu…
Ingatlah akan firmanNya:
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
“Dan (ingatlah juga) ketika Rabbmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih.”
(Ibrahim: 7)
Maka kita memohon kepada Allaah ilmu yang bermanfaat, dan berlindung kepadaNya dari ilmu yang tidak bermanfaat..
Dan kita memohon kepadaNya agar Dia memberikan balasan yang terbaik terhadap guru-guru yang telah mengajarkan kita ilmu yang bermanfaat..
Aamiin

Tidak ada komentar: